Ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi warga miskin dan pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lumajang. Hal ini terungkap ketika Dewan menggelar Sidang Paripurna, membahas Rekomendasi DPRD Kabupaten Lumajang terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Tahun 2019, yang berlangsung pada Selasa (28/4). Dewan minta pemerintah daerah perlu melakukan berbagai terobosan untuk perubahan penyelenggaraan urusan sosial, karena verifikasi lapangan terhadap data kemiskinan masih kurang akurat. Dewan mendesak pemerintah daerah harus segera membentuk Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) untuk mempercepat proses pencairan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), sekaligus untuk menjamin keakuratan data warga miskin. Sidang Paripurna ini dipimpin H. Akhmat, ST (Wakil Ketua DPRD dari PPP). Adapun yang bertugas membacakan rekomendasi tersebut secara bergantian dimulai dari H. Bukasan, S.Pd, M.M (Wakil Ketua DPRD dari PDI Perjuangan), Oktaviani, SH (Wakil Ketua DPRD dari Gerindra), dan diakhiri H. Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag (Ketua DPRD dari PKB). Saat membacakan rekomendasi, Bukasan menegaskan bahwa Dewan menyampaikan problem solving yang perlu dijalankan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut, dengan melakukan verifikasi ulang data kemiskinan dengan melibatkan RT/RW yang memahami lingkungan setempat. Pemerintah juga perlu melakukan peningkatan efektivitas dan efisiensi penanganan, meningkatkan akses layanan, mengintegrasikan penanganan, melakukan perluasan jangkauan dan melakukan verifikasi dan validasi data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu secara dinamis. Selain itu, sebagai langkah cepat menangani masalah sosial di masyarakat, diperlukan pembentukan Pusat Kesejahteraan Sosial (PUSKESOS), sebagai wadah yang berfungsi untuk melakukan kegiatan pelayanan sosial bersama, secara sinergi dan terpadu antarkelompok masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2018 tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Dewan menilai, perlu penerapan sistem informasi yang terdiri dari beberapa komponen mulai pengumpulan, pengelolahan, penyajian dan diseminasi data kesejahteraan sosial terpadu yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komuniaksi. Sehingga masyarakat miskin tidak perlu lagi membawa surat keterangan tidak mampu (SKTM), tetapi cukup dengan ‘klik’ sudah keluar data yang dibutuhkan. Hal ini jelas akan mempercepat akses terhadap pelayanan publik, khususnya pada pelayanan kesehtan. Pada bagian lain, Dewan juga menyoroti soal penyelenggaraan urusan perumahan rakyat dan kawasan pemukiman. Mekanisme pencairan persyaratan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) masih dinilai rumit oleh Dewan. “Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga, tidak hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial,” tegas Bukasan.
Guna menunjang fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang baik, harus dipenuhi syarat fisik aman sebagai tempat berlindung, supaya memenuhi rasa nyaman dan secara sosial dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga. Dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar rumah layak huni, maka bisa tercapai ketahanan keluarga. Kendati pada kenyataanya, ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah layak huni, berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Dewan minta pemerintah perlu pro aktif melakukan pendataan kartu keluarga (KK) calon penerima RTLH, agar akurat dan tepat sasaran. Selain itu pemerintah juga diminta untuk membantu aspek perizinan dan pembuatan peta rumah, untuk mempercepat perolehan program bantuan. “Setiap tahun Bupati perlu menetapkan target pemenuhan RTLH, dengan demikian menjadi terukur dan dapat dievaluasi,” lanjutnya. Adanya syarat bahwa tanah yang dibangun harus hak milik penerima bantuan, masih menjadi hambatan lain dalam program ini. Dalam konteks yang demikian, maka masyarakat miskin yang tidak mempunyai akses kepemilikan tanah, tidak dapat menerima bantuan. Sehingga pemerintah perlu membuat terobosan kebijakan bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah. Pemerintah daerah bisa menempuh strategi pembiayaan melalui CSR, BAZNAS atau model pembiayaan lainnya, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (YONI)
0 Komentar