Di masa darurat corona ini masyarakat Lumajang patut waspada terhadap provokasi yang hendak memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Lumajang yang sudah mampu menjalin komunikasi dan toleransi dengan baik atas seluruh perbedaan yang ada, harus di pertahankan.
“Pluralitas itu adalah keniscayaan atau bahasa santrinya itu sunatullah, dan kebenaran dari mana pun kompatibel. Jadi tidak akan terjadi kebenaran bentrok dengan kebenaran,” ujar Ketua DPRD Kabupaten Lumajang Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag. Komentar Anang ini mengawali dialog interaktif di Radio Semeru FM pada hari Jumat (24/4) sore.
Dialog tersebut mengambil tema Puasa dan Toleransi Umat Beragama. Hadir dalam dialog ini Wakil Ketua DPRD Lumajang H. Bukasan, S.Pd. MM., Ketua MUI Lumajang KH. Achmad Hanif dan tokoh Nasrani Romo Adhi Prasetyo (Pastor/Romo Gereja Katolik Maria Ratu Damai Lumajang).
H. Bukasan, S.Pd. MM. dan Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag. |
TOLERANSI HARUS DIJAGA
Anang melihat toleransi antarumat beraga di Lumajang sangat terjaga dengan baik dan harmonis sekali. Dia mencontohkan saat pemilihan legislatif (Pileg) tahun 2019 lalu di Dapil 4, tercatat ada sekitar 60 persen umat Hindu yang memilihnya. “Padahal partai kami yang identik orang berpersepsi dengan partai agama Islam (PKB) ternyata juga dipilih oleh keluarga Hindu Alhamdulillan terimakasih untuk saudara keluarga Hindu,” ujar Anang seolah menggambarkan solidnya toleransi umat beragama di Lumajang. “Kebhinekaan kita, pluralitas kita dan kehidupan beragama di kabupaten Lumajang ini sangatlah aman dan harmonis,” sambungnya.
Hal ini diakui pula oleh Wakil Ketua DPRD Lumajang H. Bukasan, S.Pd. MM. Bukasan yang juga dari Dapil 4 dan berasal dari PDI Perjuangan itu mengklaim dulu umat Hindu adalah bagian pemilihnya, tapi sekarang diambil alih Anang dari PKB yang nota bene partainya identik denga Islam. “Ini menunjukkan toleransi cukup tinggai. Agama tidak menghalangi rasa persatuan, sehingga isu provokasi berlatar agama tidak mempan di sini,” ujar Bukasan Wakil Ketua DPRD dari PDI Perjuangan ini.
Tidak hanya umat Hindu, Anang juga menunjukkan kedekatannya dengan umat Nasrani. Dengan Romo Adhi Prastyo Projo (Pastor Gereja Katolik Maria Ratu Damai Lumajang) seringkali Anang melontoarkan guyonan yang bertema agama. Guyonan yang hanya bisa disampaikan saat rasa toleransi sudah mencapai titik kulminasi.
Contoh saat Anang bercerita kepada Romo, ada janda cantik sekali yang melarang anaknya bergaul dengan anak-anak katolik, alasannya karena mereka adalah santri atau murid dari Romo Adhi. Ketika ditanya kenapa, soalnya Romo adalah Pastor yang tidak munkin mau melirik janda tersebut. Seperti diketahui Pastor Adhi adalah imam Katholik di Lumajang yang sesuai dengan aturan di Katolik hidup selibat atau tidak menikah.
Guyonan ketua DPRD Lumajang ini disambut tawa oleh Romo Adhi. Ia menegaskan bahwa. guyonan-guyonan serupa sering dilontarkan dalam konteks kedekatan personal yang semakin memperkuat toleransi.
Romo Adhi sendiri mengaku merasakan keindahan toleransi beragama selama hidup di Lumajan. Dia mencontohkan saat hari raya Paskah ada kelompok Gusdurian (kelompok murid pengagum, penerus pemikiran dan perjuangan Gus Dur) yang menawarkan untuk menjaga gereja.
Selain di momen besar, saat hari-hari biasa mereka suka datang ke Pasturan (lingkungan tempat tinggal Romo di sebelah gereja), selain ngopi juga melakukan dialog dan diskusi bersama soal kerinduan untuk melakukan gerakan kongkrit seperti penyemprotan gereja dengan desinfektan. “Teman-teman juga pinjam alat penyemprot gereja untuk menyemprot pura dan lain-lain,” ungkap Romo Adhi mengggambarkan kebersamaan dan toleransi yang dimilliki para pemuda di Lumajang.
Terkait dengan toleransi yang ada di Lumajang ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lumajang KH. Hanif juga mengaku bangga dan bahagia atas terciptanya toleransi yang harmonis antarumat beragama di Lumajang. Islam menurut KH. Munif, telah mengajarkan toleransi sejak dulu, yang terpenting pedomannya adalah "Lakum Diinukum Wa Liyadin," katanya.
WASPADA POLITIK IDENTITAS
Pada bagian lain, Ketua DPRD Anang Akhmad Syaifuddin meminta agar kita tidak mudag terjebak pada politik identitas, karena yang paling menstimulasi untuk memecah toleransi kita di Indonesia adalah politik identitas. Anang melanjutkan, politik Identitas sering kali meracuni kehidupan masyarakat.
Anang menganalisa sejak zaman dulu bangsa Indonesia sering kali dicerai berikan oleh hasutan politik identitas. Akibatnya tidak hanya satu kaum, satu saudara pun bisa saling bermusuhan akibat politik identitas ini.
Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag. |
Anang mencontohkan pada tahun 1965 atau zaman komunis, karakter bangsa jasi sulit dimengerti akibat dari politik identitas itu. Zaman itu meski hidup bersama, bertetangga, ngaji bareng, tapi hanya karena politik identitas bisa saling sembelih. “Karakter kita seperti apa bisa begitu. Pagi berkumpul bersama, malamnya diculik dan disembelih,” ujar Anang.
Disi lain bangsa Indonesia memiliki budaya yang penuh dengan kebersamaan, rasa tepo sliro, gotong royong, holopis kuntul baris, sudah menjadi budaya yang mengakar di kehidupannya.
“Kehidupan itu harus harmoni. Ibarat alam jika tidak harmoni pasti timbul bencana. Demikian pula dalam kehidupan kita, karena itu politik identitas harus dihindari,” tukasnya.
Politik identitas terbukti sebagai pemicu perpecahan dan penyulut keonaran. Anang mencontohkan akibat pengalaman Pilkda di DKI Jakarta yang hingga kini masih terus berseteru dan sudah tidak ada lagi nilai-nilai toleransi.
Untuk menghindari politik identitas dan tetap menjaga keutuhan toleransi, Anang dan kawan-kawannya di parlemen telah sepakat untuk tidak melahirkan Perda yang berbau intoleransi seperti Perda Syariah, Perda Anti Maksiat atau Perda Poligami. “Toleransi sudah menginternal di dalam kebudayaan kita, ini harus kita jaga bersama,” ujarnya.
Disinggung soal toleransi dan kebersamaan dalam menghadapi wabah corona di Lumajang, Anang mengatakan bahwa corona belum dianggap sebagai musuh bersama. “Di lingkungan keluarga saya saja sebagian masih mengangap remeh. Sesek ya sesek, waktunya mati ya mati, itu jawabnya jika diajak untuk patuh pada protokol darurat corona,” ujar Anang.
Lebih lanjut Anang mengatakan sulitnya memberi pemahaman. Bahkan ketua fraksinya, Eko Edis Prayogo, juga melaporkan di lingkungan rumahnya yang disepakati untuk tidak ada Jumatan, justru warganya menentang.
BERDAMPINGAN SECARA DAMAI
Senada dengan Anang, Wakil Ketua DPRD Bukasan menyatakan bahwa para pemeluk agama di Lumajang bisa hidup berdampingan secara damai. "Umat beragama di Lumajang itu hiterogen, tapi sampai hari ini konflik horizontal karena perbedaan keyakinan tidak pernah terjadi,” ujarnya. Jika toleransinya tidak kuat, maka menurut Bukasan bisa dengan mudah dimanfaatkan agar terjadi konflik saat pemilu.
Toleransi sudah terbentuk secara sendirinya terutama kaum muda sekarang sadar untuk saling menjaga, “Saat Natal atau tahun baru, Banser dari muslim bersedia menjaga gereja. Demikian pula ketika ada acara hari besar umat Hindu dan Budha, orang Lumajang sudah tidak perlu diajari lagi soal toleransi,” ujarnya meyakinkan.
Saling menghormati, saling menghargai, tidak meremehkan, membantu sasama tanpa melihat ras, suku, agama, menerima perbedaan dan menjaga silaturahmi dan gotong royong adalah konsep toleransi yang nyata. Hal ini menurut Bukasan sudah diajari sejak kecil di dalam keluarga bagaimana kita harus punya unggah ungguh kepada orang tua dan lain-lain, adalah contoh penanaman toleransi sejak dini.
Jika konsep itu utuh terlaksana maka toleransi sudah mengakar di Lumajang. ”Ini tidak bisa dibenturkan oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Namun sebaliknya jika konsep toleransi ini tidak terjaga, maka akan mudah tersulut oleh profokasi negatif," ujarnya Jika mudah tersulut maka selanjutkan akan dibombardir oleh berbagai masalah yang akan memecah belah persatuan. Dan ini akan menjadi masalah sosial yang tak kunjung usai.
Bukasan juga menyinggung soal pentingnya toleransi diajarkan di sekolah selain pembelajaran etika sopan santun yang dilakukan di rumah. Bukasan setuju soal memasukkan dan memantapkan ideologi Pancasila dalam setiap jenjang di sekolah. Dengan begitu diharapkan ada perimbangan antara intelligence quotient (IQ) atau kecerdasan intelektuan dan emotional quotient (EQ) kecerdasan emosional. Jika ada perimbangan antara IQ dan EQ ini maka secara otomatis akan mampu menyaring informasi dan menangkal semua pengaruh nengatif.
PENGUATAN TOLERANSI INTERNAL
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Lumajanag KH. Hanif tidak meragukan toleransi antarumat beraga di Lumajang. Namun yang juga perlu dipupuk dan dikuatkan adalah toleransi di internal agama itu sendiri.
Dicontohkan saat bulan puasa ini bagi sesama muslim harus saling toleransi. Mereka yang tidak puasa karena satu hal, maka harus toleransi dengan tidak demonstratif atau sembarangan makan minum atau hal lain yang mengganggu umat yang sedang puasa. “Jangan dibalik, yang puasa harus toleransi kepada yang tidak puasa, ini tidak benar,” ujar KH. Hanif.
Esensi puasa adalah pengendalian diri, maka dengan pengendalian diri kita bisa menjaga diri untuk tidak berbuat merugikan orang lain, baik sesama umat dalam satu agama maupun dengan agama lain. Dengan demikian maka jelaslah dengan puasa kita bisa semakin memperkuat toleransi.
Disinggung soal model toleransi dengan memberikan ucapan kepada umat beragama lain yang saat ini masih kontroversi, Kyai Hanif menyarankan lebih baik menghindari perbedaan atau sesuatu yang berpotensi perbedaan, maka pilih kosa kata lain. “Jika mengucapkan selamat natal mengundang pro dan kontra, maka kita bisa pakai ungkapan lain,” terang Kyai Hanif. KH. Hanif |
Sementera itu terkait dengan toleransi di masa corona ini, Kyai Hanif mengatakan bahwa sebaiknya semua masyarakat dari agama mana pun agar taat terhadap aturan yang sudah ditentukan. Soal ibadah di masjid dan mushola, MUI juga sudah memberikan tausiyahnya agar selama darurat corona terutama di zona merah agar tidak melaksanakan sholat Jumat dan berjamaah di masjdid maupun mushola.
Kyai Hanif juga menganjurkan agar masyarakat bisa menjaga diri, keluarga dan lingkungan agar terhindar dari wabah corono. “Pakai masker, jangan membahayakan orang lain dan orang lain juga jangan membahayakan kita, saling menjaga itu hukumnya wajib” pungkasnya.
DIALOG KASIH
“Saya sudah tiga tahun di Lumajang. Dialog antarumat beraga di Lumajang ini adalah dialog kasih. Saya merasakan keindahan hidup beragama di Lumajang,” ujar Romo Adhi Prastyo Projo (Pastor/Romo Gereja Katolik Maria Ratu Damai Lumajang) mengomentari soal toleransi umat beraga di Lumajang..
“Ini terjadi tidak hanya di kalangan elit, tetapi juga terjadi di seluruh lapisan masyarakat. Mereka saling melengkapi sehingga mewujudkan harmoni kehidupan yang luar biasa. Harmoni yang kuat tidak bisa dipecah belah oleh provokasi negatif,” terang Romo Adhi.
Dia mencontohkan saat pra paskah (40 hari sebelum hari raya Paskah) adalah masa tirakat, yakni puasa dan berpantang. Umat Nasrani waktu itu juga merasakan dampak corona. Di tengah situsi yang memprihatinkan ini, sahabat Romo yang muslim turut mendoakan agar hari raya Paskah bisa berjalan dengan lancar dan aman. “Romo aku turut mendoakan, aku mau sholat tahajut supaya sampean semangat untuk menguatkan umat panjenengan,” kisahnya yang menggugah rasa kasihnya terhadap umat lain.
Romo Adhi Prastyo Projo |
“Yang terpenting adalah saling mendoakan, saling mendukung dan saling menguatkan. Saya saja juga berdoa dan saya bawa ke intensi misa, ya Tuhan semoga corona segera berakhir sehingga saudara kami umat muslim bisa melaksanakan tarawih dan semoga nanti juga bisa solat ied,” cerita Romo Adhi.
“Peran orang tua sangat penting dalam menanam jiwa toleransi sejak dini. Orang tua harus punya iman yang utuh sesuai dengan agama masing-masing. Dengan iman yang utuh tidak setengah-setengah maka akan tercipta dengan sendirinya toleransi itu,” lanjutnya.
Di Nasrani tidak ada larangan mengucapkan salam kepada agama lain, bahkan mencari cara agar ucapan itu sedekat mungkin dengan yang disapa. “Saya juga bertanya kepada kyai apa yang boleh dan tidak boleh ketika menyapa teman muslim,” ujar romo.
Apa yang disampaikan Romo ini juga dibenarkan Ketua DPRD Lumajang, Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag. Menurut Anang, umat muslim di Lumajang sudah cukup bertoleransi kepada semua pemeluk agama di Lumajang. Kedekatannya dengan tokoh-tokoh agama selain bagian dari tugasnya sebagai legislatif, juga atas dasar rasa toleransi antar umat beragama.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Lumajang H. Bukasan, S.Pd. MM. mengatakan dalam pemerintahan, memberikan ucapan selamat dan salam adalah bagian dari mengakrabkan diri dalam berkehidupan sosial, yang terpenting adalah pada konteks ketika melakukan sesuatu itu tidak memperlemah iman atau aqidah kita.
“Saya dalam setiap acara yang dihadiri berbagai kalangan sering mengucapkan salam untuk semua agama, ya maklumlah kami nasionalis,” gurau Bukasan sambil menggoda Ketua DPRD Lumajang Anang Akhmad Syaifuddin, S.Ag. (TEGUH EKAJA)
0 Komentar