Beberapa hari lalu Presiden RI Joko Widodo telah mengumumkan bahwa kita harus bisa berdamai dengan virus corona, sementara saat ini wabah corona memasuki puncaknya. Lalu apa komentar Agus Setiawan S.E., seorang pengamat ekonomi sekaligus pelaku bisnis asal Lumajang terkait denga hal ini? Ia memaparkan secara gamblang dalam talkshow di Radio Semeru FM, hari Sabtu (16/5).
Menurut Setiawan banyak yang salah tangkap dengan yang dimaksud Presiden RI ini. Mereka beranggapan ini sebagai tanda bahwa Indonesia menggunakan sistem herd immunity atau kekebalan kelompok, sehingga yang sakit biarkan sakit dan yang kebal bisa kebal. Namun kemudian Setiawan mengaku mulai jelas paham setelah Kantor Staf Presiden (KSP) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan berdamai dengan corona itu bukan masyarakat dibiarkan beraktivitas di luar rumah begitu saja, tetapi masyarakat tetap produktif namun juga bisa terhindar dari corona.
“Presiden punya cara sendiri dan telah memberi pencerahan bahwa puncak corona terjadi di bulan Mei hingga awal Juni, “ ujar Setiawan menanggapi kebijakan yang diambil Presiden RI. Penghitungan statistik penyebaran corona oleh Presiden tersebut menurutnya sudah didukung dengan data-data riset. Ia mencontohkan yang disampaikan epidemiologi Indonesia dari Australia yang menyebutkan bahwa puncak pandemi corona di tiap pulau Indonesia tidak sama. Pulau Jawa mengalami puncak lebih awal akhir Mei dan awal Juni.
“Sekarang ini kita menuju puncak, seperti yang dikatakan Kepala BNPB jangan kaget kalau hari-hari ke depan penderita corona akan semakin banyak,” ungkapnya sambil menambahkan keterangan dari pakar epidemiologi Universitas Indonesia yang juga mengatakan bahwa puncak covid di Indonesia di pertengahan Mei 2020.
Yang menarik dibahas dan perlu mendapat perhatian menurut Setiawan adalah kapan corona di Indonesia berakhir, karena ini menyangkut berbagai bidang, bukan hanya kesehatan tetapi juga menyangkut ekonomi dan stabilitas politik dan sosial kemasyarakatan.“Pakar statistik dari UGM memprediksi corona di Indonesia akan berakhir pada tanggal 29 mei 2020 dengan menggunakan probalsitik berdasar data nyata,” tukas Setiawan.
“Profesor Ascobat Gani dari Fakultas Jesehatan Masyarakat UI mengatakan, kemungkinan berdasar risetnya wabah corona di Indonesia bergantung kepada tingkat kepatuhan dan perilaku masyarakat. Artinya jika covid ingin cepat selesai masyarakat harus disiplin, kalau tidak disiplin bisa hingga bulan Juni,” terang Setiawan.
Setiawan juga mengutip hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA kemungkinan kurva corona di Indonesia akan turun bulan Juni. LSI ini menurut Setiawan banyak mengumpulkan data-data riset dari berbagai universitas. Pakar dari Singapore University of Technology and Design juga mengungkapkan semula mereka memprediksi corona akan berakhir di bulan Juni, namun kemudian mundur hingga Okotober 2020.
“Yang menarik justru dari Presiden Jokowi malah mengatakan kemungkinan corona sampai akhir tahun. Dari kawan-kawan Kemendagri saya dapat info bahwa mereka sudah prepare hingga Desember tahun ini, karena itu jangan kaget ke depan angka postif corona yang dilaunching pemerintah akan meningkat,” ungkapnya.
ADAPTASI HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN CORONA
T ingkat disiplin masyarat kita menurut Setiawan masih cenderung rendah. “Ini terkait erat dengan insting manusia. Jadi manusia itu akan mencari sumber penghasilan untuk kelangsungan hidupnya. Jika belum terpenuhi maka akan keluar dari rumah dan cenderung menyepelekan masalah kesehatan,” ujar Setiawan.
Ia mencontohkan betapa seringnya masyarakat mendapat pembagian masker namun mereka masih enggan memakai masker karena mengganggap covid bukan masalah berat bagi mereka.
“Untuk berdamai dengan covid kita harus belajar banyak, apa sih dan bagaimana covid menyebar,” ujarnya. Setiawan menyebutkan bahwa berdasar riset dari berbagai Lembaga dan rilis dari WHO bahwa covid paling banyak menyebar melalui sentuhan atau melalaui tangan. Tangan menyentuh permukaan benda yang terpapar virus dari penderita.
“Bahkan ada video dari Jepang yang memvideo dengan teknologi sehingga tampak saat orang bersin maka virus akan menyebar 1 hingga 2 meter. Karena itu dihimbau untuk menjaga jarak sehingga ketika ada orang bersin yang mungkin sebagai carier virus kita terhindar,” ujar Setiawan.
Selain menggunakan masker kita dianjurkan mencuci tangan termasuk saat mau masuk ke rumah. Sebelum masuk rumah, kita diwajibkan cuci tangan dan langsung mandi. Pakaian yang dipakai direndam dengan detergen karena dikhawatirkan selama berakitivitas kita terpapar virus sehingga kita tidak boleh langsung berkumpul dengan keluarga.
“Kebiasan sebelum ada virus corona dengan adanya virus corona sangat berbeda. Kita sekarang tidak bisa lagi berjabat tangan, tos tangan, cipika cipiki saling berpelukan, ngopi bareng satu meja. Perubahan-perubahan itu kemudian menjadi biasa. Nah inilah yang dimaksud dengan new normal life,” terangnya.
ERA "NEW NORMAL"
Menurut Setiawan, sekarang harus ada titik kesimbangan baru. Kita tetap beraktivitas, namun tetap dengan mematuhi protokol yang telah ditetapkan. Jika pemerintah sudah mengeluarkan aturan, maka masyarakat harus taat. Jika pemilik warung diwajibkan menyediakan tempat cuci tangan, maka itu wajib disediakan dan jika tidak maka harus ada tindakan tegas dari pemerintah. Masyarakat harus patuh, jika tidak maka corona akan terus berkepanjangan.
Mengenai hidup dengan "new normal", menurut Setiawan ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Yang pertama, virus corona harus sudah bisa dikendalikan oleh pemerintah atau penyebarannya sudah terkendali, kemudian fasilitas kesehatan pun harus cukup untuk menangani pasien-pasien yang positif.
Yang kedua , sistem kesehatan kita harus mampu melakukan deteksi, melakukan tes, melakukan isolasi, merawat setiap kasus dan melakukan pelacakan kontak. Kalau ini tidak bisa terpenuhi, maka tidak akan tercapai keadaan normal yang seperti diinginkan.
Yang ketiga, resiko penularan kasus di lingkungan yang rentan sekali misalnya di masjid, di panti panti jompo, di gereja, pasar dan lain-lain harus sudah bisa diminimalisir. Sekolah, perkantoran layanan jasa untuk masyarakat juga harus menerapkan upaya pencegahan penyebaran covid.
Yang keempat, risiko dari timbulnya cluster- cluster baru corona atau kasus-kasus impor harus dapat diprediksi dan harus terjamin dapat dikelola, sehingga tidak menimbulkan ledakan kasus baru di kemudian hari.
Dan yang terakhir atau ke lima, masyarakat sudah terinformasi dengan baik akan bahayacorona, yang terdampak harus sudah bisa terjamin atau dijamin oleh jaring pengaman sosial.
“New normal itu belum terjadi. Sekarang kita proses menuju ke sana,” ujar Setiawan. Pemerintah memberi wacana supaya masyarakat belajar dulu, ketika keadaan itu tercapai kita sudah terbiasa.
KESEIMBANGAN EKONOMI DAN KESEHATAN
Setiawan menjelaskan, banyak riset mengatakan termasuk WHO menyebutkan bahwa corona akan bertahan bersama kita dalam waktu yang lama, maka titik keseimbangan baru itulah yang diperlukan antara kesehatan dan ekonomi. Kuncinya disiplin seperti yang dilakukan negara-negara lain yang berhasil mengatasi corona tanpa harus melockdown negaranya.
“Kemarin saya paham kenapa pemerintah kemudian sedikit melonggarkan, yang tadinya tidak bisa beraktivitas menggunakan angkutan umum kini boleh dengan syarat-syarat tertentu. Pembukaan alat transportasi bukan berarti kita bisa pergi kemana-mana begitu saja,” ujar Setiawan.
Setiawan menyebutkan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran agar aktivitas ekonomi masyarakat tetap berjalan, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan.
"Pemerintah tidak bisa terus menerus memberlakukan pembatasan gerak karena khawatir ekonomi akan macet dan kemampuan pemerintah dalam memberikan bantuan ada batasnya," kata Setiawan. Kini tergantung kepada kearifan dan ketaatan masyarakat dalam menghadapi corona. Masyarakat harus bisa beradap
0 Komentar