Dalam menyikapi keluhan dan kritikan masyarakat terhadap layanan publik, Pemerintah di Lumajang dinilai masih kurang simpatik. Pemerintah Lumajang masih menggunakan cara-cara yang kurang elegan. Agus Setiawan, pakar ekonomi yang menjadi narasumber tunggal dalam talkshow di Radio Semeru FM dalam program Ngopi Pagi yang dipandu Hariyanto,S.Pd, Sabtu (18/7), mengkritik bahwa cara pemerintah dalam menanggapi kritikan tersebut harus dibenahi.
Dalam program yang disiarkan langsung di radio dan akun facebook Radio Semeru FM Lumajang dengan kameramen Roni Bachelor, ST., tersebut Setiawan mengatakan bahwa perlu adanya keterbukaan informasi dan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.
Menurutnya pemerintah harus punya strategi PR (public relation) yang baik dalam menangani keluhan dan kritikan masyarakat. Contohnya yang terjadi di Lapor Lumajang (grup facebook yang dikelola Pemkab Lumajang). Di facebook ini cukup banyak orang mengeluh dan sayangnya ada beberapa pelapor yang ditindaklanjuti dengan intimidasi seolah-olah orang yang mengeluh di facebook itu mencemarkan nama baik instansi, mencemarkan nama baik desa.
“Mereka menanyakan dan mengeluh di facebook itu bukan berarti mereka berniat mencemarkan nama baik, tapi mungkin memang mereka mengalami masalah yang membuatnya harus mengeluh melalui facebook,” ujar Setiawan.
Setiawan mencontohkan yang terjadi pada salah satu warga yang mengeluhkan pelayanan di desa kemudian diintimidasi, dipaksa men-delete postingannya dan langsung dipaksa membuat postingan permintaan maaf. Jika tidak, maka akan dilaporkan sebagai pencemaran nama baik.
Perlakuan seperti ini harus diperbaiki. “Jika tetap seperti itu lama-lama fb Lapor Lumajang yang digadang-gadang sebagai pusat pengaduan akan ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat akan takut untuk mengeluh atau melaporkan hal-hal yang memang harus dilaporkan secara langsung ke Bupati,” tukas Setiawan.
Public relations harus dibangun oleh pemerintah kabupaten Lumajang, tidak hanya berupa facebook, tapi juga melalui radio dan lain-lain. Yang penting adalah follow up-nya jelas, karena masyarakat butuh tindak lanjut dari pengaduannya.
PENGRITIK HARUS DILINDUNGI, JANGAN DIINTIMIDASI
Setiawan memaparkan, kritik ada dua macam. Yang pertama adalah dilakukan oleh orang yang benar-benar tidak tahu atau tidak paham dan memang langsung spontan saja bertanya atau mengkritik melalui media sosial seperti facebook. Tipe ini tanpa cek dan ricek dan tergantung dengan kondisi dan tingkat pendidikan yang bersangkutan.
Ada juga kritik yang dilakukan oleh orang-orang yang tahu dan sengaja ingin memberikan koreksi. Tipe ini adalah si pengkritik mengetahui kondisi di lapangan. Mungkin di lapangan ada masalah kemudian melakukan cek dan ricek. Artinya mereka mungkin tahu dan menanyakan dulu ke petugas di lapangan, namun ternyata tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan sehingga kemudian mereka sampaikan ketidakpuasannya di facebook atau media sosial lainnya. Itu semua dilakukan untuk menarik perhatian dari pemerintah termasuk Pemerintah Kabupaten Lumajang.
“Terhadap pengkritik ini, perlu ada jaminan dari pemerintah Lumajang, saat mereka membawa semua keluhan dan melaporkan keluhan tersebut di facebook, maka Pemerintah Lumajang harus menjamin agar tidak ada intimidasi baik oleh pemerintah desa atau birokrasi maupun instansi yang lain,” tukas Setiawan.
Jaminan itu perlu diberikan supaya masyarakat berani berbicara dan menyampaikan fakta di lapangan. Ini juga diperlukan agar pemerintah paham dengan fakta yang ada, sehingga membantu fungsi pengawasan. Pengawasan yang dilakukan masyarakat adalah sesui dengan kedaan di masyarakat, sehingga pemerintah bisa menghidari laporan ABIS atau asal bapak/ibu senang.
“Ini perlu disosialisasikan ke instansi pemerintah di bawah Pak Bupati dan Bu Wakil Bupati, bahwa apabila ada orang mengeluh, mengkritik, jangan diintimidasi. Jangan pula ditakut-takuti dengan disuruh mencabut laporan dan disuruh meminta maaf,” ujar Setiwan.
Menurut Setiawan, orang mengeluh itu karena memang ada masalah dan perlu menyampaiakan hal itu. “Ke mana lagi mereka mengeluh. Disuruh ke desa juga susah, kadang mereka tidak tahu harus menemui siapa di desa,” ujarnya.
Terkadang pemerintah desa juga tidak memahami masalahnya, namun anehnya menurut Setiawan, ketika sudah viral baru rame-rame mengklarifikasi. Tidak hanya itu, yang lebih miris lagi menurut Setiawan adalah ketika orang pemerintah mendatangi rumah pengkritik dan pengkritik tersebut disuruh meminta maaf. Kalau tidak dilakukan, maka akan dilaporkan ke kepolisian. “Ini kurang baik dan pemerintah akan dinilai otoriter oleh masyarakat karena mengeluh saja bisa terancam pidana,” kritiknya.
Setiawan mengingatkan bahwa berbicara dan berpendapat dijamin undang-undang. “Hati-hati kalau kita mengintimidasi, bisa dituntut balik oleh masyarakat,” ujarnya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa untuk melindungi masyarakat dari anacaman atau intimidasi maka di Lumajang perlu ada NGO (Non Government Organisation) atau LSM atau pelayanan hukum yang Pro Bono (sukarela) dari LBH yang perhatian terhadap kebebasan berpendapat.
Setiawan berpendapat bahwa masyarakat yang kritis perlu dilindungi, karena mereka ini ibarat bahan bakar pembangunan. Jika tidak ada yang mengkritisi, maka pemerintah akan terlalu asik di dalam zona nyaman. Ketika hadir seorang pengkritik, mereka merasa resah, mereka tidak mau keluar dari zona nyaman yang sudah mereka nikmati selama sekian lama.
Contoh di bidang pelayanan. Kalau dulu mereka melayani apa adanya bahkan melempar tanggung jawab sehingga masyarakat diombang-ambingkan, dengan adanya kontrol dari masyarakat maka tidak lagi bisa bersantai, tidak bisa lagi ngerumpi dan ngopi. Ini menurut Setiawan namanya keluar dari zona nyaman sehingga mereka resah. “Memang biasanya ada defence ada perlawanan secara internal, makanya pegawai terbagi dua tipe,” ujarnya.
Di internal pemerintah sendiri menurut Setiawan ada dua tipe pegawai. Ada yang benar-benar tulus mau melayani masyarakat, dan ada pula pegawai yang merasa ini hanya tuntutan pekerjaan saja, sehingga melakukan pekerjaan apa adanya yang penting absen, melayani apa adanya sementara gaji utuh. Tipe pegawai inilah yang menurutnya perlu ada perbaikan, karena tipe ini yang kebanyakan mengundang keluhan dan kritikan dari masyarakat.
SISTEM LAYANAN PEMERINTAH WAJIB TERINTEGRASI
Sistem pelayanan di pemerintahan saat ini sudah wajib terintegrasi agar pelayanan bisa efektif dan e fisen. Selain itu diperlukan juga keterbukaan informasi sehingga masyarakat tidak salah menilai. Jika pelayanan dan informasi bisa mengintegrasi semua sistem yang ada di pemerintah kabupaten Lumajang, maka ini harusnya dipublish ke masyarkat karena ini adalah salah satu bentuk prestasi pemerintah.
Dengan mempublish capaian kinerjanya, maka ini membuat masyarakat bisa mengapresiasi kinerja baiknya. Hal ini juga bisa mengurangi keluhan dari masyarakat dan tentu juga meminimalissir kritikan.
Untuk pelayanan publik di Lumajang, Setiawan menilai semakin membaik. “Di bawah kepemimpinan Pak Bupati Thoriqul Haq dan Bu Wakil Bupati Indah Masdar mulai membaik, hanya saja masih ada keluhan-keluhan di masyarakat. Contohnya seperti yang paling banyak dikeluhkan itu di rumah sakit,” ujar Setiawan.
Setiawan mencontohkan masalah pelayanan dari para perawat yang judes, marah-marah, bahkan ada juga keluhan tentang orang melahirkan mendapatkan perlakuan yang kurang baik. “Ini terjadi juga dengan istri saya. Dulu malam-malam mau melahirkan masih harus panggil-panggil bidan yang ternyata sedang tidur, sehingga air ketubannya pecah dan malah dimarahi,” kisahnya.
Setiawan juga mencontohkan hal lain seperti E-KTP. Menurutnya masyarakat akan selalu menanyakan kenapa E-KTP tidak segera selesai. Ini perlu diinformasikan kepada masyarakat apa yang terjadi, kenapa bisa lama. Kalau tidak diberitahukan kepada masyarakat, maka masyarakat akan curiga dan masyarakat akan memvonis bahwa pelayanannya memang tidak baik, padahal sudah baik tapi hanya karena hal-hal tertentu dinilai tidak baik.
Prinsipnya, kata Setiawan, hal-hal baik maupun prestasi-prestasi yang sudah diraih Pemerintah Kabupaten Lumajang, harus gencar diinformasikan dan disosialisasikan ke publik dengan memanfaatkan berbagai media cetak, elektronik, maupun media sosial. Supaya masyarakat juga tahu bahwa pemerintah telah bekerja sungguh-sungguh. Pada sisi lain, jika ada masyatakat yanf mengeluh, mengkritik, atau memberi masukan, harus disikapi dengan bijak. Jangan sampai diintimidasi, karena berpendapat itu dilindungi undang-undang. Kritik, keluhan, dan masukan dari publik itu harus dilihat sebagai bahan bakar pembangunan. (TEGUH EKAJA).
0 Komentar