“Bupati pernah ngomong sama saya inginnya seperti apa. Makanya kita mengingatkan. Mungkin beliau sedang sibuk hal yang lain karena itu perlu diingatkan,” ujar Setiawan, saat menjadi narasumber talkshow di Radio Semeru FM, Sabtu (29/8) dengan tema Potensi Ekonomi dan Gairah Iklim Investasi Lumajang edisi 2.
Sebagai partner berpikir dan counterpart pemerintah daerah, Setiawan merasa harus tetap mengingatkan supaya tidak salah prioritas. Ia tidak hanya mengkritisi kebijakan pemerintah, namun semua yang berkaitan dengan kepentingan khalayak ia kawal demi perbaikan dan pembanguan Lumajang.
Karena itu setiawan berharap masyarakat juga harus mendukung kebijakan yang berpihak kepada rakyat dengan cara yang benar. Di benak masyarakat harus tertanam untuk bersahabat denga investor, tetapi tetap kritis dan melakukan pengawasan.
“Kita berinvestasi tapi bukan berarti kita melupakan hal yang lain. Tetap investasi harus masuk tapi stabilitas harus terjamin, lingkungan hidup terjaga, maka solusinya adalah dengan duduk bersama, bekerja bersama, berjalan paralel bersama, saling melakukan pengawasan, saling melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Kalau ada yang egois yang tidak mau menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, maka suatu saat akan terjadi konflik,” terang Setiawan.
SALAH PRIORITAS BISA BLUNDER
Dalam investasi, lanjut Setiawan, pemerintah daerah juga diharapkan bisa berhitung kira-kira bermanfaat untuk rakyat banyak atau tidak. Contoh penggelontoran anggaran untuk pariwisata, jangan sampai nanti sudah digelontori anggaran bertahun-tahun tapi manfaatnya tidak ada. Yang berkunjung ke obyek wisata Lumajang hanya orang-orang Lumajang sendiri.
“Yang muter-muter uangnya orang Lumajang sendiri, akhirnya uang dari Lumajang berputar ke Candipuro, dari Candipuro berputar ke Senduro terus ke Lumajang lagi. Kemudian untuk belanja baju dan lain-lain muter lagi ke Jember, ke Dira, dan lain-lain. Uang dari Lumajang muter-muter malah keluar dari Lumajang,” ujar Setiawan.
Uang yang masuk wisata ke Lumajang bisa dihitung banyaknya. Kalau pun wisatawan datang, mereka hanya datang dan mellihat-lihat, tidak menginap dan makan di Lumajang. “Nah ini perlu dihitung dengan baik, dibandingkan kalau kita fokus di bidang yang lain seperti pertanian yang perlu diperbaikai, sektor manufakturnya diperbaiki, manajemen barang dan jasanya juga diperbaiki,” ungkap Setiawan.
“Harus diperhitungkan dengan baik supaya kita tidak tidak salah menetapkan skala prioritas yang akhirnya malah blunder. Pertumbuhan ekonomi kita, kesejahteraan masyarakat malah tidak meningkat. Saya harapkan perlu dikaji oleh pemerintah daerah apa yang dicapai dengan pengembangan sektor pariwisata, targetnya berapa tahun, berapa tenaga kerja yang akan dilibatkan, berapa pendapatan yang akan masuk ke Lumajang. Kalau itu tidak bisa dihitung atau tidak jelas perhitungannya ya akhirnya semuanya tanggung. Strateginya, pelaksanaaanya juga tanggung, hasilnya juga nanti pasti tanggung. Ini perlu kembali saya sampaikan," ungkap Setiawan.
KEMBALIKAN FUNGSI JEMBATAN PERAK
Setiawan juga mengkritisi beberapa kegiatan atau tindakan yang dilakukan masyarakat baik secara pribadi ataupun golongan. Kebetulan Setiawan juga sebagai Ketua MPC Pemuda Pancasila Lumajang, sehingga ia mengajak anggotanya untuk turut mengawal semua kebijakan pemerintah dan kegiatan masyarakat agar semuanya berjalan di relnya.
Contoh terkait dengan bangunan history Jembatan Perak, Setiawan selaku Ketua MPC Pemuda Pancasila Lumajang mengaku bersama dengan Ansor Candipuro telah bertemu dengan masyarakat Kamar Kajang. Pemuda Pancasila bersama Ansor dan masyarakat akan memberikan himbauan berupa surat dengan tembusan ke Bupati Lumajang dan pihak lain agar segera menertibkan lokasi Jembatan Perak tersebut.
Ini mengingat Jembatan Perak telah dikelola tanpa izin dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Karena itulah pihaknya meminta agar ini segera ditertibkan karena ini sangat berbahaya sekali. Pasalnya, Jembatan Perak bukan jembatan baru melainkan jembatan lama yang sudah rapuh.
Jembatan tersebut kini dijadikan tempat orang bersantai sehingga jika terjadi sesuatu, siapa yang bertanggung jawab. Baik pemerintah daerah maupun pengelola pribadi tersebut diragukan akan bertanggung jawab.
“Maka menurut hemat kami kembalikan fungsinya seperti semula, kita biarkan seperti semula tidak perlu dikelola sebagai tempat wisata. Kalaupun dikelola sebagai tempat wisata, yang mengelola harus orang yang bisa bertanggung jawab, mengerti tentang manajemen pariwisata dan sebaiknya dikelola pemerintah daerah,” ujar Setiawan.
Padahal di Jembatan Perak tersebut telah diberi plang sebagai cagar budaya, maka harus ditindaklanjuti jangan sampai dikuasai oleh segelintir orang atas nama pribadi melakukan pungutan dari masyarakat yang datang yang seharusnya bisa menikmati secara gratis. Masyarakat pengunjung dipungut dengan alasan mengembalikan biaya pemugaran atau biaya yang dikeluarkan untuk membangun dan lain-lain.
“Siapa yang suruh membangun di Jembatan Perak, sekarang masyarakat dituntut harus membayar, ini harus diluruskan. Kami bukannya meminta untuk mengambil alih pengelolaan, tapi kami ingin meluruskan persoalan ini,” ujar Setiawan.
Ini ujar Setiawan perlu dilakukan audit kualitas bangunan karena disinyalir bangunan tersebut rawan dan rapuh karena sudah tua. Besi bangunannya berkarat, banyak baut yang lepas dan ini sangat berbahaya apalagi ketika nanti banyak orang yang datang beramai-ramai dikhawatirkan jembatan tersebut ambruk.
“Saya menghimbau kepada pengelola dan pemerintah daerah untuk segera menghentikan semua itu dan segera dilakukan penertiban,” tegas Setaiwan.
Ia menyarankan sebaiknya jembatan tersebut dikembalikan fungsinya seperti semula. Menurutnya jembatan tua yang tidak dipakai segera ditutup aksesnya karena berbahaya. Selama ini jembatan tersebut tidak dipakai karena berbahaya dan jika sekarang dibuka untuk umum tentu lebih berbahaya lagi.(TEGUH EKAJA).
0 Komentar