Sumber : Semeru FM |
Persoalan tanah wakaf baik tempat ibadah maupun lembaga pendidikan berbasis keagamaan di Kabupaten Lumajang tergolong tinggi, mayoritas tanah wakaf itu belum memiliki sertifikat. Hal itu disampaikan Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lumajang, Hj. Umi Kulsum.
Masalah tanah wakaf ini disampaikan Umi Kulsum ketika menjadi narasumber diprogram Dewan Mendengar Radio Semeru FM pada Kamis (3/11). Menurutnya, salah satu kendala yang selama ini dihadapi terkait kepemilikan sertifikat adalah karena ada biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurusnya.
Sumber : Semeru FM |
“Jumlahnya ratusan mas, itu yang kami tahu, sehingga ketika tidak memiliki sertifikat maka lembaga pendidikan ataupun tempat ibadah itu tidak bisa menerima bantuan dari pemerintah atau kami,” ungkapnya.
Hadir pula dalam dialog tersebut Kasubag Keagamaan Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Lumajang, H. Haryono Subiyanto, S.Si, M.Pdi. Sementara itu tema yang diusung adalah “Masalah Waqaf Tempat Ibadah dan Lembaga Pendidikan Islam”.
Sumber : Semeru FM |
Menurut Umi Kulsum, berbeda dengan tanah biasa, tanah wakaf dilarang diperjualbelikan. Dalam hukum islam, wakaf artinya harta seperti tanah yang sudah diwakafkan pemiliknya dilarang dipindah tangankan dalam bentuk apa pun.
“Meski demikian, bukan berarti tanah wakaf ini bebas dari sengketa. Di Lumajang sendiri, sudah banyak kasusnya dimana tanah wakaf diambil kembali oleh anak cucu pemberi wakaf. Untuk itu, perlu mendaftarkan tanah tersebut ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN),” imbuhnya.
Sumber : Semeru FM |
Sehingga Dewan mendorong kepada pemerintah daerah untuk memperhatikan dengan serius persoalan ini. Menurut Umi Kulsum, langkah ini sangat sejalan dengan pemerintah pusat yang pernah menyampaikan bahwa pembangunan pendidikan keagamaan harus menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya dari sekolah, namun juga keluarga dan masyarakat.
“Sekali lagi, rumah ibadah memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai masyarakat, terutama di daerah pinggiran,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Kasubag Keagamaan Bagian Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Lumajang, H. Haryono Subiyanto, S.Si, M.Pdi. Belakangan ini banyak keluhan yang dilontarkan oleh pemohon sertifikat wakaf, terkait dengan sulitnya membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dengan Surat Keterangan Terdaftar (SKT), sebagai salah satu syarat untuk mengurus sertifikat atau akta wakaf.
Sumber : Semeru FM |
Haryono mengatakan bahwa AIW bisa diterbitkan setelah adanya pelaksanaan ikrar wakaf oleh wakif kepada nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir di hadapan PPAIW dengan di saksikan oleh para saksi, ini dijelaskan dalam pasal 17 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
“Kenapa syarat tersebut harus ada, karena kami tidak ingin dibelakang hari ada persoalan. Karena beberapa tahun lalu di Lumajang pernah terjadi kasus wakaf yang berujung sengketa, lantaran rumah yang ada musholanya dijual ke orang lain oleh pemilik pertama. Padahal mushola tersebut alokasi anggaran pembenahannya mendapat bantuan dari pemerintah,” jelasnya.
Sumber : Semeru FM |
Dia juga berharap, wakaf yang diikrarkan dapat bermanfaat untuk masyarakat, dan bagi nadzir untuk berkewajiban menggunakan amanat itu sebaik-baiknya sesuai keperuntukanya. Mudah-mudahan kedepan akan lebih banyak lagi orang-orang yang mewakafkan harta bendanya sesuai dengan hukum pengelolaan dan pemanfaatan tanah tersebut.
Haryono juga menegaskan, setelah pengucapan ikrar wakaf, kemudian dilanjutkan proses penandatanganan berkas-berkas ikrar wakaf yang nantinya harus dibawa ke Kantor BPN untuk selanjutnya diterbitkan sertifikat wakaf. (Yoni Kristiono)
0 Komentar