Sumber : Semeru FM |
Wawasan Kebangsaan harus selalu didengungkan dan disosialisasikan, karena untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pengetahuan dan pemahaman tentang Wawasan Kebangsaan sangatlah penting bagi setiap warga negara.
Hal ini disampaikan anggota Komisi A DPRD Lumajang, Drs. Saiful Anam, M.Pd. Saat menjadi narasumber dalam Talkshow Dewan Mendengar di Radio Semeru FM pada Selasa pagi (8/11).
ARTI WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan Kebangsaan yang terdiri dari dua suku kata Wawasan dan Kebangsaan ini, menurut Saiful Anam ketika di bedah perkata memiliki arti cara pandang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wawasan adalah perspektif, cara pandang bagaimana kita memandang sesuatu, mempersepsikan sesuatu sebuah obyek.
Sumber : Semeru FM |
“Wawasan dibangun oleh berbagai elemen, berbagai faktor seberapa banyak kita membaca atau menngetahui dan memahami sesuatu, seberapa banyak data atau informasi yang kita terima, maka itu akan membangun konstruksi pikiran kita sehingga kita memiliki wawasan tersebut,” jelasnya.
Tentu wawasan orang yang gemar membaca, mendapat banyak pengetahuan dan informasi maka wawasannya akan berbeda dengan mereka yang tidak pernah membaca atau kurang pergaulan.
Kebangsaan berasal dari kata bangsa yang artinya sekelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang, suku, agama, ras dan macam-macam yang punya hasrat untuk bersatu. “kata kuncinya adalah memiliki hasrat untuk bersatu, jika tidak punya hasrat itu maka tidak bisa disebut sebagai bangsa, hanya sekelompok masyarakat saja,” tuturnya.
Sumber : Semeru FM |
Didasari atas semangat bersama dalam perjuangan, meskipun dari berbagai latar belakang, suku bangsa namun memiliki ikatan sejarah dan semangat bersama melawan penjajah maka lahirlah ikrar satu bangsa yakni Bangsa Indonesia.
Wawasan Kebangsaan ini menurutnya harus terus dipupuk dan tertanam di benak rakyat Indonesia agar tidak mudah dipecah belah oleh siapapun. Karena itu wajar jika saat ini anggota dewan baik mulai DPR RI, DPRD Propvinsi hingga DPRD di tingkat kabupaten mensosialisasikan hal itu kepada masyarakat.
“Kebetulan saya di Komisi A yang membidangi Pemerintahan politik dan hukum maka tugas kami juga harus mendengungkan wawasan kebangsaan tersebut,” ujarnya.
WAWASAN KEBANGSAAN ADALAH PERTAHANAN DAN FILTER SERANGAN DARI LUAR
Kemajuan teknologi informsi dan komunikasi berimplikasi melubernya arus informasi dari berbagai kelompok termasuk dari luar negeri. Apa yang terjadi di luar negeri, saat ini juga bisa diketahui dan informasinya mudah diakses. Parahnya dengan teknologi yang begitu canggih, informasi itu mudah dibelokkan, dipelintir, direkayasa sehingga menjadi berita berita hoaks yang tidak benar.
Sumber : Semeru FM |
“Ini kan berbahaya, ideologi, paham-paham yang terlalu ke kiri atau ke kanan mudah menyusup ke Negara kita melalui perangkat teknologi yang canggih itu,” ungkapnya.
Selain itu, kultur budaya yang tidak sesuai dengan karakter dan ideologi bangsa mudah juga menyusupi pikiran rakyat Indonesia, karena itu butuh filter atau penyaring yang kuat agar Bangsa Indonesia tetap bersatu dalam dekapan NKRI.
Untuk menghadapi dan menyaring derasnya arus informasi, serangan ideologi yang mudah menyusup para pemuda maka harus dibangun pertahanan yang kuat. Pertahanan yang kuat tersebut bisa dibangun melalaui penguatan wawasan kebangsaan.
“Di tengah derasnya arus informasi dari berbagai arah maka perlu adanya filter yang kuat. Wawasan Kebangsaan inilah yang bisa menjadi filter itu semua,” tegasnya.
Situasi ini sudah bisa dianggap darurat, karena ada kelompok kelompok yang mencoba memecah belah Bangsa Indonesia. Indonesia sudah mengalami trauma dengan kelompok seperti ini, mulai dari zamannya DII TII hingga pemberontakan PKI, karena itu pemuda Indonesia harus dibentengi dengan Wawasan Kebangsaan tersebut.
SEJARAH WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan Kebangsaan tidak muncul begitu saja, namun wawasan atau pandangan untuk menyatukan Indonesia dalam bingkai persatuan sudah ada sejak zamak kerajaan.
“Unity in Diversity atau persatuan dalam keberagaman bagi Indonesia embrionya sudah muncul pada masa kerajaan Singosari. Raja Kertanegara mencetuskan konsep yang disebut Cakrawala Mandala Dwipantara,” terang anggota Komisi A DPRD Lumajang, Drs. Saiful Anam, M.Pd.
Cakrawala berarti pandangan atau wawasan, Mandala adalah kekuasaan dan Dwipantara adalah merupakan nama awal Indonesia sebelum Nusantara. Dwipantara artinya pulau-pulau diantara lautan atau maritim.
“Jadi konsep ini sudah ada pada 1275 Masehi dimana Kertanegara ingin menyatukan pulau-pulau yang ada di Asia Tenggara dalam satu kesatuan Kerajaan Singosari untuk menghadapi Kerajaan Mongol,” terangnya.
Ini artinya bahwa cita-cita untuk menyatukan Nusantara sudah ada sejak zaman kerajaan singosari. Menariknya Lumajang adalah bagian dari Kerajaan Singosari. Kerajaan Lumajang yang dulu disebut dengan kata Lamajang pertama kali dipimpin oleh Ratu Narrya Kirana yang merupakan kakak kandung dari Kertanegara putra dari raja Wisnu Wardhana yang berkuasa di Singosari sebelum Kertanegara.
Saiful Anam menceritakan dari runtuhnya Singosari kemudian muncul kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Mojokerto. Sementara Lumajang adalah Kerajaan Majapahit Timur yang berpusat di Biting.
Terkait dengan kerajaan Majapahit ini, Saiful Anam kemudian menceritakan tentang Patih Gajah Mada yang saat dilantik mengikrarkan sumpah Amukti Palapa yang berbunyi, “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah Gurun, ring Seram, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Artinya "Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Sumber : Semeru FM |
“Yang menarik lagi ternyata disitu disinggung nama Tumasik yang merupakan nama lain dari Singapura, jadi Gajah Mada sudah punya cita-cita menyatukan seluruh pulau Nusantara hingga ke Tumasik atau Singapura,” ungkapnya.
Ujian mempersatukan nusantara berlanjut hingga zaman penjajahan, Belanda mengaku tidak akan bisa menjajah indonesia jika rakyatnya bersatu, maka selain monopoli, salah satu siasat yang digunakan oleh Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yaitu menerapkan politik devide et impera (pecah dan berkuasa).
Dengan politik pecah belah ini Belanda mampu menaklukkan kerajaan-kerajaan besar di nusantara dengan memanfaatkan perang saudara ataupun permusuhan antar kerajaan.
“Mudah terjadi disintegrasi, kita yang terdiri dari beragam, suku, agama dan golongan ini jika tidak paham dengan perjuangan pendahulu kita, maka akan mudah dihasut dan dipecah belah. Karena itu kita harus bentengi diri kita dengan Wawsan Kebangsaan. Berkali –kali sejarah membuktikan bahwa kita rentan di pecah belah, dan kita selalu menang jika bersatu,” pungkasnya. (Teguh Ekaja).
0 Komentar