Lumajang, Suara Semeru - Pemerintah
Kabupaten Lumajang terus menunjukkan komitmennya dalam memastikan setiap anak
mendapatkan hak pendidikan yang layak. Melalui program GENANGUTUS (Gerakan
Nangani Putus Sekolah) dan pendataan Anak Tidak Sekolah (ATS), ribuan anak kini
kembali ke bangku sekolah.
Kepala Bidang Kebudayaan dan Pendidikan Masyarakat Dindikbud
Kabupaten Lumajang, Muhammad Suhudi, menyampaikan bahwa program ini merupakan
wujud nyata perhatian pemerintah terhadap masa depan generasi muda.
“Kami berkomitmen memastikan pendidikan menjadi hak yang
bisa diakses oleh semua anak di Lumajang. Dengan dukungan berbagai pihak, kami
optimis angka anak putus sekolah terus menurun,” ujarnya.
Berdasarkan hasil
verifikasi dan validasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Lumajang,
program ini berhasil menjangkau dua kelompok utama, yaitu anak putus sekolah
(Drop Out/DO) dan anak yang lulus tetapi tidak melanjutkan pendidikan (LTM).
Dari total 3.561 anak DO, sebanyak 1.851 anak telah terverifikasi, 1.142 anak
masih dalam proses pendataan, dan 568 anak telah kembali ke sekolah. Sementara
itu, dari 5.666 anak LTM, 3.489 anak telah terverifikasi, 1.371 anak masih
dalam proses pendataan, dan 806 anak kembali mengenyam pendidikan.
Di sisi lain, program
ATS juga menargetkan anak-anak yang Belum Pernah Bersekolah (BPB). Dari total
4.963 anak BPB, sebanyak 1.585 anak telah terverifikasi, 1.301 anak masih dalam
proses pendataan, dan 2.077 anak berhasil bersekolah. Dalam mendukung
efektivitas pendataan, aktivasi akun verval telah dilakukan di 198 desa dan 7
kelurahan, dengan 186 desa dan 7 kelurahan telah aktif.
“Kami berkomitmen memastikan pendidikan menjadi hak yang
bisa diakses oleh semua anak di Lumajang. Dengan dukungan berbagai pihak, kami
optimis angka anak putus sekolah terus menurun,” ujarnya.
Suhud
menambahkan, Tak hanya berfokus pada pendataan dan verifikasi, Pemkab Lumajang
juga aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya
pendidikan. Program ini mendapat dukungan penuh dari berbagai elemen, mulai dari
pemerintah desa, tokoh masyarakat, hingga dunia usaha yang turut berkontribusi
dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inklusif.(Hariyanto)
Editor : Roni
0 Komentar